BLOG

Sembilan Communication Foto Event

BERTEMAN ATAU BERBISNIS?

12 Feb 2012
Author : Admin Sembilan
Kategori : DIRECTORS DESK,

Perusahaan yang bergerak di bidang layanan jasa memiliki beberapa keterbatasan, diantaranya adalah kemungkinan terjadinya perbedaan pengukuran dari nilai jasa yang ditawarkan antara perusahaan dengan client-nya atau bisa disebut juga pihak pemakai jasa. Apalagi jika jasa yang ditawarkan berhubungan dengan sebuah karya seni yang mengandung segala komponen seni dan kreativitas saat proses pembuatannya. Tentu akan jauh lebih sulit untuk mendapatkan kesamaan pengukuran jika dibanding dengan penyedia produk dimana nilai atau harga barang yang ditawarkan bisa lebih mudah untuk diperkirakan. Dalam contoh sederhana, kita bisa sangat paham ketika seorang ibu yang sedang berwisata di kawasan Malioboro "mencak-mencak" ketika anak-anaknya merengek minta dilukis dan diberi harga Rp.300.000,- / gambar sketsa oleh seorang pelukis jalanan yang sudah berumur. "Hah! Yang bener aja pak, duit segitu bisa saya pakai mandi, gak pake air tapi pake air teh kemasan!" Katanya sambil ngeloyor pergi. Harga jasa lukis ditambah hasil karya seni berupa lukisan yang merupakan pembelajaran seni dengan pengalaman belasan tahun, dibuat berdasarkan pesanan khusus tentu tidak bisa disandingkan dengan harga air teh kemasan yang diproduksi masal oleh perusahaan berskala nasional karena parameter pembandingnya jelas berbeda. Belum lagi faktor popularitas brand...dalam contoh di atas ketenaran nama pelukis atau brand image dari merk teh kemasan sengaja tidak dipertimbangkan.
 
 
Hal ini selalu terjadi, bahkan di perusahaan yang tidak 100% bergerak di bidang kreatif sekalipun seperti Event Organizer. Perbedaan cara pandang bisa terjadi di hampir semua aspek. Dari job description antara perusahaan dengan client-nya, detail item yang harus disiapkan, budget sampai pekerjaan post event-nya seperti pembuatan final report dan pembayaran pekerjaan. EO yang dianggap "selalu bisa" dalam setiap pengadaan item untuk kebutuhan event meskipun direquest mendadak oleh client-nya, tidak jarang masih harus menanggung beban "selalu bisa" mencapai target event dengan biaya produksi yang harus "selalu bisa" dibawah harga kompetitor EO lain. Idealnya memang kedua perusahaan ini diikat oleh sebuah perjanjian kerjasama, bisa berupa surat penunjukan kerja atau bentuk surat kontrak lainnya yang didalamnya membahas detail semua hak dan kewajiban kedua belah pihak. Tapi kadang ini tidak bisa dilakukan karena beberapa alasan teknis.
 
Adanya perbedaan cara pandang dan pemahaman seperti diatas yang berakibat terjadinya perbedaan pengukuran nilai pekerjaan secara keseluruhan. Hal ini diperparah lagi dengan anggapan pemberi kerja bahwa mereka adalah client lama, yang sudah banyak memberikan pekerjaan dan juga memiliki kedekatan personal, tidak jarang memposisikan diri sebagai "teman" bukan rekan bisnis atau partner kerja. Konsekuensinya mereka akan menghilangkan hak-hak penerima kerja dengan alasan "teman". Posisi ini cukup menyulitkan penerima kerja. Harga "teman" tetapi fasilitas yang diminta harus tetap dinomorsatukan. Merekapun menjadi sangat sensitif ketika penerima kerja di saat yang bersamaan memiliki rekan bisnis yang lain. Mereka menjadi sangat tidak obyektif ketika diberi penjelasan logis mengenai suatu hal yang berkaitan dengan pekerjaan yang sifatnya 'ke-lokal-an'. Misal biaya perijinan kepolisian kabupaten A, biaya perijinan pasar B atau biaya sewa venue C yang jelas-jelas tidak bisa disamakan dengan kota-kota yang lain.
 
Dalam banyak buku yang menceritakan kisah sukses pengusaha-pengusaha terkenal, sering kali kita baca bahwa mereka awalnya hanya menjalin pertemanan yang kemudian statusnya meningkat menjadi rekan bisnis. Mungkin harus tetap dicermati. Ketika frasa "teman" dianalogikan sebagai sebuah keadaan yang memungkinkan terjadinya banyak perbedaan cara pandang termasuk pengukuran nilai jasa yang ditawarkan, atau frasa "teman" dianalogikan sebagai keadaan yang memungkinkan salah satu pihak kehilangan hak-hak bisnisnya, mungkin alangkah baiknya kita meninjau ulang kata "teman" di kamus perusahaan kita. Atau minimal menempatkan "teman" dan "rekan bisnis" sebijak mungkin. Walaupun resikonya adalah kehilangan mereka, ya buat berteman saja, bukan "teman" apalagi berbisnis. Karena tidak ada yang salah jika tetap menggunakan keduanya jika memang penggunaannya tepat. Toh masih banyak perusahaan pemberi kerja yang bisa memahami posisi ini dan bijak menempatkan teman tanpa tanda petik dan bisnis di waktu yang bersamaan.
 
DIKY WIRYAWAN
President Director
PT. Jawara Kreasitama / Sembilan Communication